Kisah Saya yang Unik

Franklin Kurniawan

Di masa kecil, tidak terpikir dan tidak punya keinginan untuk berbisnis atau berdagang. Jadi walaupun saya besar di lingkungan pebisnis dan pedagang, dan punya darah yang katanya darah dagang, otak saya itu otak karyawan, bukan otak bisnis.

Padahal kalau dipikir-pikir, Ibu saya dulu itu sempat berdagang kecil-kecilan. Di tahun 70-an di Medan, Ibu terima jahitan, ngajar menjahit, pernah jual es ganefo, dan kemudian di tahun 80-an, Ibu adalah pionir di Medan dalam membuat dan menjual sukade untuk kue. Waktu kecil, saya ingat ada orang Aceh yang datang ke rumah tiap beberapa bulan mengantar jeruk pagar (semacam citrus) dalam karung goni. Zaman itu belum ada internet. Entah dari mana Ibu bisa sourcing pemasok jeruk tsb dan berhasil eksperimentasi cara pembuatan sukade.

Jeruk sukade ini seperti lemon tapi lebih besar dan kulitnya lebih tebal. Kulit jeruk inilah yang kemudian diolah menjadi sukade. Saya, adik dan adik Ibu yang bertugas memotong sukade menjadi potongan-potongan kecil, dimasukkan ke plastik kecil, siap untuk dititip jual di toko-toko tidak jauh dari rumah.

Setelah lulus kuliah, saya bekerja di Batam. Masuk dalam dunia manufakturing. Batam waktu itu dikenal sebagai Begitu Anda Tiba Anda Menyesal. Infrastruktur masih parah. Jalan-jalan berlumpur setelah hujan. Bioskop cuma ada Studio 21. Supermarket cuma ada Gelael. Yang banyak adalah karaoke dan pub.

Sebagai orang pabrik, dari awalnya saya orang operasional, bukan orang sales atau business development. Orang operasional berantemnya selalu dengan orang sales. Jadi tidak pernah kepikiran untuk jadi orang sales dan juga tidak merasa punya kemampuan.

Setelah 5 tahun bekerja di satu PMA di Batam, saya dan eks kolega buat PT. Ini alur perjalanan hidup yang aneh. Dari high tech company, kami jualan mainan bekas. Mainan bekas diambil dari Salvation Army (Bala Keselamatan) di Singapore, dibawa ke Batam memakai jasa tongkang nelayan. Dibersihkan dengan minyak kayu putih, satu trick yang kami pelajari dari orang Salvation Army, sebelum dipajang untuk dijual. Sementara jualan mainan bekas, kami mencoba memulai berdagang cleanroom consumables untuk pabrik-pabrik di Batam.

Ketika memulai PT tersebut, anak pertama kami baru lahir. Bisnis belum menghasilkan. Tabungan kami menyusut drastis. Dua bulan kemudian, saya dan istri mulai kuatir. Apakah nantinya akan punya uang untuk beli susu untuk anak kami?

November 1999, saya terpaksa jadi karyawan lagi. Pekerjaan yang saya peroleh sebenarnya pekerjaan buangan, pekerjaan yang telah diterima tetapi kemudian dilepas oleh seorang teman. Informasi lowongan juga hanya sepintas dari adik ke istri dan kemudian disampaikan ke saya. Waktu itu saya ogah-ogahan dan pesimis kalau lowongan tersebut masih ada.

Namun ternyata Tuhan berencana lain. Saya bekerja di perusahaan Amerika tersebut selama 11 tahun, memperoleh kesempatan untuk berkarir dan bekerja di Singapore, the Philippines, sebelum kembali ke Singapore. Anak kedua kami made in Batam tetapi lahir di Philippines.

Setelah 11 tahun di sana, saya dan beberapa kolega termasuk atasan saya berkesempatan untuk melakukan MBO (Management Buyout). Kami berhasil menggaet 3 investors dan dengan modal minoritas dari kami tim management, kami membeli divisi perusahaan dari parent company.

Dua tahun pertama, bisnis berjalan mulus. Tahun ketiga, kami mengalami revenue dan cash flow problem, terutama ketika Nokia, customer terbesar kami, bangkrut.
Tahun 2013, dengan persetujuan atasan sekaligus teman dekat saya, saya berhenti dan meninggalkan perusahaan walaupun masih memiliki saham minoritas. Saya berhenti untuk membantu cashflow perusahaan. Hari terakhir di kantor, saya menangis.

Impian saya waktu itu adalah untuk bisa pensiun dini ketika perusahaan IPO atau dibeli oleh perusahaan yang lebih besar. Dua tahun setelah saya berhenti, perusahaan bangkrut dan tutup. Jangankan pensiun dini, kami kehilangan semua modal investasi kami. Amblas blas.

Masa itu adalah masa-masa yang sangat berat bagi saya pribadi dan keluarga. Impian untuk pensiun dini punah. Tuhan berkehendak lain. “Franklin, kamu belum waktunya pensiun, ayo sana kerja keras lagi”. Kira-kira begitu pesan dari Tuhan.

Sedikit kembali ke PT yang saya dan teman mulai di Batam di tahun 1999. Setelah hampir setahun saya bekerja kembali sebagai karyawan dan hanya sebagai pemilik pasif dari PT tsb, kami sepakat untuk saya melepas saham saya dan teman saya menggaet teman lain sebagai partner. Selain di Batam, mereka kemudian buka di Jabodetabek. Di awal 3 hingga 5 tahun pertama, perusahaan tersebut struggle. Omset rendah. Penghasilan tidak mencukupi. Saat ini, setelah 20 tahunan, omset mereka lebih dari 150M. Saya tidak iri dan tidak ada penyesalan. Perjalanan hidup orang berbeda-beda. Saya menikmati perjalanan berkarir di dunia korporasi. Lagi pula saya tidak akan mampu bertahan selama 3-5 tahun tanpa penghasilan memadai di awal perjalanan perusahaan tsb.

Kembali ke perjalanan karir saya. Setelah pukulan berat dengan bangkrutnya perusahaan MBO, saya bekerja di dua perusahaan PMA lain. Satu dari Jerman, satunya lagi Inggris. Setiap bergabung dengan perusahaan baru, saya selalu punya harapan yang mungkin terlalu culun, yaitu berharap agar bisa langgeng dan pensiun di perusahaan itu. Kenyataan jauh dari harapan. Politik korporasi semakin kental. Di perusahaan Jerman, saya di-terminasi karena politik internal dan saya menjadi kambing hitam dari situasi pabrik di Batam yang menjadi tanggung jawab saya. Pabrik itu akhirnya ditutup. Di perusahaan Inggris, atmosfir kantor yang toxic dan suka cari kambing hitam membuat saya tidak betah.

Saya mulai berpikir. Passion saya mulai berubah. Dari operasional dan manajemen pabrik yang telah saya tekuni selama 20-an tahun, passion saya mulai berubah ke training, coaching, consulting. Tahun 2017, saya berkesempatan untuk memberi kuliah singkat di almamater jurusan Mesin ITB. Dalam kuliah 2 hari x 2 jam itu, saya sharing berbagai sisi dunia industri dan profesi di manufakturing ke sekitar 70-an mahasiswa tingkat 3. Pengalaman yang sangat menyenangkan.

Dengan aspirasi dan visi yang sama, di tahun 2017 saya dan dua teman membentuk perusahaan konsultansi dan Industry 4.0 solution integrator di Indonesia dan Singapore. Satu shareholder kemudian keluar sehingga sekarang hanya kami berdua. Operasional perusahaan dua tahun pertama dilakukan oleh teman saya karena saya masih bekerja waktu itu. Baru 2 tahun kemudian saya memberanikan diri untuk keluar dan fokus ke bisnis tsb.

Di akhir 2019, situasi bisnis mulai menjanjikan. Beberapa proyek besar kami peroleh. Kemudian Covid-19 meledak. Yang tadinya saya langganan melihat airport tiap 2-3 minggu sekali, terkadang beberapa kali dalam seminggu, saat ini saya sudah belum pernah ke airport sejak Maret 2020. Banyak perubahan terjadi. Masalah datang bertubi-tubi. Secara finansial, masa ini adalah masa paling sulit bagi kami sekeluarga. Penghasilan turun 75%.

Jehovah Jireh. God provides. Itu doa pendek saya ketika bangun pagi dan tidak tau mau berdoa apa.

Sampai saat ini, Tuhan memelihara dan benar-benar menyediakan jawaban tepat pada waktunya. Lebih dari 1.5 tahun berlalu sejak pandemik meledak, kami masih tertatih-tatih hidup dari hari ke hari. Namun kami percaya, Jehovah Jireh. Dia tidak akan pernah meninggalkan kami.

Singapore, 10 Dec 2021

One thought on “Kisah Saya yang Unik”

  1. Jauh berjalan banyak dilihat..
    Banyak yg bisa dibagikan jadinya..
    Luar biasa, menoleh ke belakang dan menyaksikan pemeliharaan Allah..

Tinggalkan Balasan